🎃 Faktor Cuaca Dan Iklim Turut Menentukan Pada Pekerjaan Konstruksi Karena

Dampakperubahan iklim di sektor perairan, Indonesia bisa rugi Rp 24 triliun pada 2024. Dampak perubahan iklim di sektor kesehatan, Indonesia bisa rugi Rp 31 triliun di 2024. "Catatan BNPB, hampir 99 persen bencana di 2020 terkait hidrometeorologi (faktor alam). Bencana lain seperti tektonik, vulkanik, itu kecil," lanjutnya.
Abstract  Iklim merupakan faktor alam yang sangat penting bagi eksistensi arsitektur bangunan di seluruh permukaan bumi ini. Karena iklim memiliki banyak unsur di dalamnya yang sangat berpengaruh bagi kehidupan, keberlangsungan hidup manusia sehari-hari serta bermanfaat bagi penerapannya terhadap arsitektur. Bangunan yang direncanakan harus memanfaatkan matahari dan iklim sebagai sumber energi primer dan dirancang untuk mengakomodasi Perubahan Perubahan sebagai konsekwensi siklus iklim secara harian, musiman maupun tahunan dan mengalami versi cuaca yang berbeda sesuai dengan keberadaannya pada suatu garis lintang geografis tertentu di permukaan bumi ini. Perbedaan iklim yang ada di belahan bumi ini ikut mempengaruhi perbedaan karakter / ciri khas dari arsitektur bangunan masing-masing wilayah yang dibagi atas empat 4 wilayah iklim. Sehingga mengakibatkan manusia merancang bangunannya sebagai tempat hunian, aktivitas / kerja dan lain-lain harus seiring bahkan memanfaatkan kondisi alam dan iklim agar memperoleh Kenyamanan yang thermal. Iklim memiliki pengaruh yang cukup besar bagi bentuk arsitektur suatu bangunan. Bentuk bangunan di suatu wilayah tidak akan sama, sekalipun bangunan tersebut berada di dalam satu kawasan pembagian iklim. Namun, jika ditinjau secara klimatik bentuk arsitektur suatu bangunan akan sama prinsipnya untuk satu kawasan pembagian iklim. Hal ini diakibatkan karena bentuk bangunan yang seiring dengan kondisi alam, matahari, angin, cuaca bahkan iklim yang ada di wilayah tersebut. Iklim juga berpengaruh terhadap penggunaan bahan bangunan  dan berpengaruh juga terhadap penggunaan teknologi pada suatu konstruksi bangunan. Oleh sebabnya itu, teknologi produksi dalam dunia konstruksi dan material sangat berkembang dengan pesat seiring dengan berkembangnya penggunaan bahan / material suatu bangunan. Keywords Iklim, Bentuk, Bahan dan Arsitektur Bangunan
Padaawal tahun 1980-an, mulai muncul pemikiran untuk mengimplementasikan LCA pada sektor konstruksi dengan fokus pada penggunaan sumber daya (Buyle, et. al. 2013). Pada tahun 1990-an, merupakan periode perkembangan LCA sebagai instrumen yang digunakan untuk melakukan asesmen dampak lingkungan.

aspek cuaca & iklim turut memilih pada pekerjaan konstruksi karena​Faktor cuaca & iklim turut memilih pada pekerjaan konstruksi alasannya adalahFaktor cuaca & iklim turut memilih pada pekerjaan konstruksi alasannya…… faktor cuaca iklim turut menentukan pada pekerjaan konstruksi alasannya adalah​Faktor cuaca & iklim turut memilih pada pekerjaan kontruksi alasannya​ Jawaban sebab pekerjaan konstruksi menghasilkan banyak polusi & debu Penjelasan maaf kalo salah ╭┈┈┈┈╯ ╰┈┈┈╮ ╰┳┳╯ ╰┳┳╯ ╰┈┈╯ ╭━━━━━╮ Faktor cuaca & iklim turut memilih pada pekerjaan konstruksi alasannya adalah Jawaban alasannya adalah bila iklim & cuaca buruk maka pekerjaan konstruksi akan ikut telat namun sebaliknya jika iklim & cuaca baik maka pekerjaan konstruksi akan cepat selesai Faktor cuaca & iklim turut memilih pada pekerjaan konstruksi alasannya…… Jawaban alasannya bila cuaca mendukung seperti panas atau sejuk aktivitas konstruksi mampu dikerjakan dgn baik namu jikalau cuaca & iklim tak mendukung mirip ketika isu terkini hujan makan pekerjaan akan terkendala maaf kalau salah faktor cuaca iklim turut menentukan pada pekerjaan konstruksi alasannya adalah​ Jawaban Faktor cuaca ternyata pula kuat terhadap Pekerjaan konstruksi, Mengapa demikian? Karena Iklim Berupa Musim Hujan yang berlebihan mampu mengakibatkan struktur tanah menjadi basah dan tidak labil yang mengakibatkan Tanah mampu saja bergeser kapan saja dan itu berefek jelek terhadap Rumah di sekitarnya Semoga berfaedah dan menolong ya kak.. Faktor cuaca & iklim turut memilih pada pekerjaan kontruksi alasannya​ Jawaban Karena bila iklim & cuaca jelek maka pekerjaan konstruksi akan ikut telat tetapi sebaliknya bila iklim & cuaca baik maka pekerjaan konstruksi akan cepat final Penjelasan Jadiin balasan tercerdas y ak butuh soalnya Jng lupa follow

Nuansapsikologis inilah yang merefleksikan iklim dalam organisasi. Menurut Davis (2001) ada dua aspek yang penting yang harus diperhatikan dalam iklim organisasi, yaitu tempat kerja itu sendiri dan perlakuan yang diterima dari manajemen. Karyawan merasakan bahwa iklim organisasi tertentu menyenangkan bila mereka melakukan sesuatu yang berguna ArticlePDF AvailableAbstractKelelahan kerja kerap terjadi pada sektor formal maupun informal seperti industri konstruksi. Kelelahan kerja dapat menyebabkan menurunnya produktivitas kerja dan meningkatkannya kesalahan kerja di tempat kerja. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor kelelahan kerja pada pekerja konstruksi proyek Gama Land Tahun 2020. Penelitian ini menggunakan survei analitik dengan pendekatan cross sectional dengan teknik pengambilan sampel yaitu total sampling sebanyak 103 pekerja. Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2019 – Februari 2020. Variabel bebas terdiri dari beban kerja tensi digital dan pencahayaan lux meter, sementara variabel terikat adalah kelelahan kerja reaction timer. Analisis data yang dilakukan adalah univariat dan bivariat dengan uji chi square dengan batas kemaknaan α = 0,05. Hasil penelitian diperoleh tidak ada hubungan yang bermakna beban kerja dan pencahayaan dengan kelelahan kerja diperoleh dengan nilai p value masing-masing p=0,097 dan p=1,000 0,05. Dapat disimpulkan dengan mayoritas pekerja mengalami beban kerja kategori sedang dengan mengalami kelelahan kerja. Sebanding lurus jika, beban kerja pekerja berat maka semakin tinggi juga tingkat kelelahan yang dirasakan pekerja, sedangkan tingkat pencahayaan dominan terpenuhi dikarenakan kondisi lokasi lingkungan kerja yang terbuka dan tidak membutuhkan sumber pencahayaan bantuan selain sumber pencahayaan alami yaitu matahari maka dari itu mayoritas pekerja tidak mengalami kelelahan kerja dikarenakan pencahayaan di lingkungan kerja sudah terpenuhi. Sebaiknya bagi pekerja konstruksi agar dapat memperhatikan dirinya selama bekerja dan memberikan jeda saat merasakan indikasi kelelahan fisik serta dianjurkan untuk minum air putih atau istirahat agar tidak terjadi dehidrasi. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Jurnal Kesehatan Global, Vol. 4, No. 1, Januari 2021 33-40Published By Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan HelvetiaARTIKEL RISETURL Artikel KELELAHAN KERJA PADA PEKERJA KONSTRUKSIPROYEK GAMA LANDWork Factors In Construction Workers Gama Land ProjectZsa Zsa Dwita Sari BatubaraK, Ayu Rizky Safitri, Santy Deasy SiregarDepartemen K3, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Prima Indonesia, Medan, IndonesiaEmail Penulis Korespondensi zsazsadwitasari kerja kerap terjadi pada sektor formal maupun informal seperti industri kerja dapat menyebabkan menurunnya produktivitas kerja dan meningkatkannya kesalahankerja di tempat kerja. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor kelelahan kerja pada pekerjakonstruksi proyek Gama Land Tahun 2020. Penelitian ini menggunakan survei analitik denganpendekatan cross sectional dengan teknik pengambilan sampel yaitu total sampling sebanyak dilaksanakan pada bulan November 2019 –Februari 2020. Variabel bebas terdiridari beban kerja tensi digital dan pencahayaan lux meter, sementara variabel terikat adalahkelelahan kerja reaction timer. Analisis data yang dilakukan adalah univariat dan bivariat dengan ujichi square dengan batas kemaknaan α = 0, penelitian diperoleh tidak ada hubungan yangbermakna beban kerja dan pencahayaan dengan kelelahan kerja diperoleh dengan nilai p valuemasing-masing p=0,097 dan p=1,000 > 0,05. Dapat disimpulkan dengan mayoritas pekerjamengalami beban kerja kategori sedang dengan mengalami kelelahan kerja. Sebanding lurus jika,beban kerja pekerja berat maka semakin tinggi juga tingkat kelelahan yang dirasakan pekerja,sedangkan tingkat pencahayaan dominan terpenuhi dikarenakan kondisi lokasi lingkungan kerja yangterbuka dan tidak membutuhkan sumber pencahayaan bantuan selain sumber pencahayaan alami yaitumatahari maka dari itu mayoritas pekerja tidak mengalami kelelahan kerja dikarenakan pencahayaandi lingkungan kerja sudah terpenuhi. Sebaiknya bagi pekerja konstruksi agar dapat memperhatikandirinya selama bekerja dan memberikan jeda saat merasakan indikasi kelelahan fisik serta dianjurkanuntuk minum air putih atau istirahat agar tidak terjadi kunci Kelelahan, Pencahayaan, Iklim kerja, Beban kerjaAbstractWork fatigue often occurs in the formal and informal sectors such as the constructionindustry. Improve work efficiency and increase work errors at work Gama Land in 2020. This studyuses analytic methods using cross sectional sampling technique that is a total sampling of 103workers. The study was conducted in November 2019 - February 2020. The independent variablesconsisted of workload digital tension and lighting lux meter, while the variables developed werework reaction time. Data analysis performed was univariate and bivariate with chi square test withsignificance limits α = The research results obtained there is no relationship given the workloadand lighting with work obtained with p values respectively p = and p = 1,000. Can reduce thenumber of workers who increase the weight category so the lighter the work received by comparableworkers, the workload of workers increases the level of workers in addition to lighting assistance. It isadvisable for construction workers to pay attention to themselves during work and give pause when Jurnal Kesehatan Global, Vol. 4, No. 1, Januari 2021 33-40Published By Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetiathey feel indications of physical fatigue and it is recommended to drink water or rest so thatdehydration does not Fatigue, Lighting, Working Climate, mengacu pada kondisi menurunnya tenaga untuk melakukan suatu kegiatanKelelahan adalah perasaan subjektif, akan tetapi berbeda dengan kelemahan dan memiliki sifatbertahap. Tidak halnya kelemahan, kelelahan dapat diatasi dengan periode istirahat. Kelelahan dapatdisebabkan secara fisik atau mental 1. Kelelahan kerja merupakan keriteria yang kompleks yangtidak hanya menyangkut dengan penurunan kerja fisik, dan juga adanya rasa lelah, serta penurunanmotivasi, selain itu juga terjadi penurunan produktivitas kerja 2.Rasa sakit capek atau cepat lelah dikarenakan prosedur kerja dan perancangan fasilitas kerjayang kurang ergonomis, maka kondisi ini akan memberikan dampak pada hasil produktivitas kerjayang tidak opimal selain berpotensi cidera pada bagian tubuh tertentu akibat aktifitas kerja yang tidakseimbang dengan keterbatasan manusia 3.Industri konstruksi menempati peringkat pertama pekerjaan paling berbahaya di dunia, denganrisiko kecelakaan kerja fatal 5 kali lebih tinggi dan risiko cedera utama kali lebih tinggi daripadasektor manufaktur, dan kerugian yang dapat dikeluarkan akibat kecelakaan kerja dalam sector inimenghabiskan 10 milliar USD per tahun 4.Data dari Departemen Kesehatan, Perburuhan dan Kesejahteraan Jepang menunjukkan bahwajumlah kematian tenaga kerja yang meninggal dunia karena kelelahan bekerja karoshi di Jepangdalam 1 tahun terakhir mencapai kasus, mencatatkan rekor tertinggi selama ini. Kasus-kasuskematian karoshi mayoritasnya yang berhubungan dengan bidang-bidang seperti teknik, transportasi,perawatan kesehatan dan pelayanan sosial yang memang sejak lama kekurangan tenaga kerja 5.Di Indonesia sendiri, berdasarkan BPJS Ketenagakerjaan melaporkan hingga tahun 2017, angkakecelakaan kerja yaitu kasus kecelakaan kerja dengan penyebab tertinggi yaitu, kecelakaanlalu lintas saat berkendara terkait pekerjaan, atau saat menuju dan dari tempat kerja. Gejala umumkelelahan biasanya terjadi karena suatu perasaan letih yang luar biasa dan aktivitas akan menjaditerganggu serta terhambat karena munculnya kelelahan kerja tersebut 6. Sementara penelitian yangbetujuan untuk mengetahui dampak kelelahan kerja pada pekerja mengatakan bahwa 81% atau 34Tenaga Kerja Bongkar Muat Pelabuhan Tanjung Emas Semarang TKBM PTES mengalamikelelahan tingkat sedang 7. Begitu juga pada pekerja konstruksi bagian project renovasi workshopmekanik, rata-rata pekerjanya mengalami kelelahan kerja sebanyak 527,2 milidetik yaitu 90%kelelahan sedang dan 10% dengan kelelahan berat. Responden yang memiliki kelelahan kerja beratyakni responden yang melakukan kegiatan memasang membongkar scaffolding, memalu tembokdinding untuk memasang keramik kaca, dan memindahkan besi scaffolding dengan posisi kerjaberdiri, berjongkok menggunakan kedua lengan 8. Selain itu pencahayaan adalah faktor yang sangatpenting untuk menciptakan lingkungan kerja yang baik dan akan memberikan kenyamanan danmeningkatkan produktivitas bagi pekerja 9.Pembangunan proyek Gama Land merupakan proyeksi terbesar dan terelite dalam ruanglingkup properti di Kota Medan. PT Selaras prima Indonesia merupakan salah satu perusahaan swastayang bergerak dalam bidang konstruksi bangunan pada pembangunan proyek perumahan Gama tanggal 2 Agustus 2019 peneliti melakukan survei awal dan diperoleh bahwa total pekerja perhari sebanyak 103 pekerja. Dari 20 responden terdapat 15% pekerja mengalami kelelahan kategoritinggi dan 85% pekerja mengalami kelelahan kategori sedang. Keluhan yang dirasakan pekerja seperti Jurnal Kesehatan Global, Vol. 4, No. 1, Januari 2021 33-40Published By Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetiakelelahan, sakit kepala, nyeri di beberapa anggota bagian tubuh yaitu, pinggang dan punggung, sertadehidrasi akibat dari kelelahan tersebut hingga mengalami kecelakaan kerja seperti tertusuk pakuyaitu bapak berumur 62 tahun, tergores yaitu bapak berumur 53 tahun, tertimpa material yaitu bapakberumur 17 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang dapat mempengaruhikelelahan pada pekerja konstruksi proyek Gama Land Deli Serdang tahun menggunakan metode analitik kuantitatif dengan rancangan cross sectional,dengan kelelahan kerja sebagai variabel dependen. Variabel beban kerja dan pencahayaan sebagaivariabel independen. Penelitian ini dilakukan di proyek Gama Land pada bulan November tahun 2019sampai Februari 2020. Populasi pada penelitian ini yaitu semua pekerja konstruksi proyek GamaLand sebanyak 103 orang, dengan menggunakan teknik total sampling. Adapun alat dalampengumpulan data primer yang digunakan peneliti yaitu, reaction timer untuk pengukur kelelahankerja, tensi digital untuk mengukur beban kerja, lux meter yaitu untuk mengukur pencahayaan dilingkungan kerja. Pengukuran variabel menggunakan alat ukur yang sudah teruji sesuai standar yangmana kami memakai jasa pengukuran sampel oleh Balai K3 Medan, seperti alat kelelahanmenggunakan Reaction Timer Waktu Reaksi dengan Standar hasil pengukuran kelelahan yaituNormal waktu reaksi 150,0 –240,0 mili detik, Kelelahan Kerja Ringan KKR Waktu reaksi >240,0 - 580,0 mili detik. Beban Kerja menggunakan alat ukurTensi Digital, untuk mengukur beban kerja dilakukan dengan menggunakan metode %CVLcardiovascular load. Yaitu %CVL=100×denyut nadi kerja-denyut nadi istirahat/denyut nadimaksimum-denyut nadi istirahat. Data mengenai pencahayaan lingkungan kerja didapatkan denganmelakukan pengukuran langsung yang menggunakan alat ukur yaitu Lux Meter akan dibandingkandengan sesuai standar Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomer1405/MENKES/SK/XI/2002 dengan intensitas cahaya di ruang kerja minimal 100 lux. Analisis datadalam penelitian ini menggunakan Analisis Univariate dan Bivariate dengan menggunakan uji Chisquare yang besar alfa yang telah ditentukan adalah 0,05 α = 5% dengan interval kepercayaan CI =95%HASILAnalisis UnivariatBerdasarkan tabel 1, dari 103 responden menunjukkan bahwa mayoritas responden beradapada kelompok umur 17 - 30 tahun sebanyak 74,8% dengan masa kerja 1 bulan - 15 tahun sebanyak97%. Sedangkan minoritas responden berada pada kelompok umur 31 - 68 yaitu sebanyak 25,2%dengan masa kerja16 tahun - 30 tahun sebanyak 3%.Tabel Frekuensi Karakteristik RespondenMasa Kerja1 bulan –15 tahun16 tahun –30 tahun Jurnal Kesehatan Global, Vol. 4, No. 1, Januari 2021 33-40Published By Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan HelvetiaBerdasarkan tabel 2 dari 103 responden menunjukkan bahwa mayoritas responden mengalamikelelahan ringan 54,4%, beban kerja sedang 73,8%, jumlah pencahayaan yang terpenuhi 87,4%.Sedangkan minoritas responden mengalami kelelahan berat 8,7%, beban kerja ringan 8,7%, danjumlah pencahayaan tidak terpenuhi 12,6%. Tabel Frekuensi Responden Berdasarkan Kelelahan Kerja, Beban Kerja, dan PencahayaanKelelahan KerjaNormalKelelahan RinganKelelehan SedangKelelahan BeratBeban KerjaRinganSedangAgak BeratPencahayaanPencahayaan TerpenuhiPencahayaan Tidak TerpenuhiAnalisis BivariatBerdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa pekerja yang mengalami kelelahan kerja denganbeban kerja ringan sebanyak 6 orang 5,8%, sedang sebanyak 67 orang 65% dan agak beratsebanyak 15 orang 14,5%. Sedangkan, responden yang tidak mengalami kelelahan kerja padakategori beban kerja ringan sebanyak 3 orang 2,9%, sedang 9 orang 8,7%, dan agak berat 3 orang2,9%.Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa nilai p-value = 0,097 p>0,05, dapatdisimpulkan H0diterima dan Haditolak, yang artinya tidak ada hubungan beban kerja dengankelelahan di PT SPI proyek Gama Land, Deli tabel 3 menunjukkan bahwa pekerja yang mengalami kelelahan kerja denganpencahayaan terpenuhi sebanyak 77 orang 74,7%, pencahayaan tidak terpenuhi sebanyak 11 orang10,6%. Sedangkan, responden yang tidak mengalami kelelahan kerja dengan pencahayaan terpenuhisebanyak 13 orang 12,6% dan dengan pencahayaan tidak terpenuhi sebanyak 2 orang 1,9%.Hasil analisis data menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p= 1,000 p>0,05, artinya H0diterima dan Haditolak maka dapat disimpulkan bahwa pencahayaan tidak memiliki hubungan yangbermakna dengan kelelahan kerja pada proyek Citra Gama Land di PT. Selaras Prima Beban Kerja dan Pencahayaan dengan Kelelahan Kerja Jurnal Kesehatan Global, Vol. 4, No. 1, Januari 2021 33-40Published By Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan HelvetiaPencahayaanTidakTerpenuhiPEMBAHASANHubungan Beban Kerja dengan Kelelahan KerjaPekerjaan konstruksi merupakan pekerjaan yang mengandalkan kekuatan fisik dalammenjalankan pekerjaannya. Untuk memperoleh hasil beban kerja dapat diperoleh dengan mengukurdenyut nadi pekerja yang dinyatakan dalam satuan/menit. Beban kerja dalam penelitian ini dibagimenjadi menjadi 4 kategori, yaitu ringan, sedang, agak berat, berat, dan sangat umum beban kerja dapat dibedakan secara kuantitatif dan kualitatif. Beban kerjakuantitatif adalah seseorang bekerja dalam jumlah banyak sesuai dengan waktu yang telah beban kerja kualitatif yaitu seseorang bekerja dengan tugas-tugas yang repetitif, berbagaijenis, dan memiliki konstruksi merupakan jenis beban kerja kualitatif. Pekerjadengan beban kerja sedang dominan berusia produktif 10.Beban kerja dan tuntutan kerja akan dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi beban kerja yaitu tugas-tugas, organisasi kerja, lingkungan kerjabaik lingkungan kerja fisik, kimiawi, biologis, dan psilologis, sedangkan faktor internal yangmempengaruhi beban kerja yaitu faktor somatis dan faktor psikis. Pada beban kerja fisik diperlukankerja otot, jantung, dan paru, sehingga jika beban kerja fisik tinggi maka kerja otot, jantung, dan paruakan semakin tinggi juga, begitu pula sebaliknya 11.Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Arifin, yang menyatakan adanya hubunganbeban kerja dengan kelelahan kerja pada pekerja konstruksi proyek Nipah Mall Makassar Tahun2017, serta menurut penelitian Yunus et al 12, menunjukkan ada hubungan antara beban kerjadengan kelelahan kerja dengan menggunakan uji korelasi di bagian produksi Pabrik Kayu LapisYogyakarta. Tetapi hasil penelitian ini sejalan dengan Nikky et al 13 dimana tidak terdapathubungan beban kerja dengan kelelahan kerja pabrik PT. Kalla Kakao Industri Tahun observasi oleh peneliti, terlihat secara langsung beban kerja pekerja konstruksi pada saatbekerja tidak berat atau sedang, yang mana pekerja terlihat santai dan tidak diburu-buru oleh mandoruntuk melaksanakan pekerjaannya, dikarenakan mereka lebih banyak menerapkan sistem borongandaripada upah harian, yang artinya pekerja tidak selalu dikejar dengan target dalam satu harimelainkan pencapaian target per ringannya beban kerja yang diterima oleh seorang tenaga kerja dapat digunakan untukmenentukan berapa lama seorang tenaga kerja itu dapat melakukan aktivitas pekerjaannya yang sesuaidengan kemampuan atau kapasitas kerja yang bersangkutan. Dimana semakin besar beban kerjaseseorang, maka akan semakin pendek waktu kerja seseorang untuk bekerja tanpa kelelahan dangangguan fisiologis yang berarti atau sebaliknya 14.Beban kerja yang terlalu tinggi juga dapat berakibat kurang senangnya pada pekerja terhadappekerjaannya. Jika beban kerja terlalu rendah, akan berakibat pada kemampuan pekerja yang tidakdipergunakan secara maksimal. Beban kerja terlalu rendah juga berakibat timbulnya kebosanan,kehilangan kepedulian dan berkurangnya kepekaan terhadap lingkungan sekitar 15 Disimpulkanbahwa semakin sedikit pekerja yang mengalami kelelahan kategori berat maka semakin ringan beban Jurnal Kesehatan Global, Vol. 4, No. 1, Januari 2021 33-40Published By Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetiakerja yang dirasakan oleh pekerja sebanding lurus jika, beban kerja yang dirasakan pekerja berat makasemakin tinggi juga tingkat kelelahan yang akan dialami oleh Pencahayaan dengan Kelelahan KerjaPencahayaan yang kurang dari NAB dapat menjadi beban tambahan bagi pekerja, sehinggadapat menimbulkan gangguan performance penampilan kerja yang akhirnya dapat memberikanpengaruh terhadap kesehatan dan keselamatan kerja pada pekerja itu sendiri 16.Kurangnya pencahayaan di lingkungan kerja merupakan salah satu penyebab kelelahan fisikdan mental bagi para karyawan atau pekerja. apabila pencahayaan di suatu tempat kerja kurang, makadapat menyebabkan adanya perasaan tidak nyaman, sakit mata, kelelahan yang cepat timbul dan rasapening kepala bagi pekerja 17. Pencahayaan yang cukup dapat meningkatkan produktivitas sebesar10-50% dan dapat mengurangi tingkat kesalahan kerja sebesar 30-60% 18.Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Odi et al 19 yaitu, hasil analisis denganmenggunakan uji Chi Square diperoleh dengan tidak ada hubungan antara pencahayaan dengankelelahan pada penjahit di Kampung Solor Kupang yang diberikan oleh peneliti yaitu, pekerja yang mendapatkan pencahayaan yangterpenuhi 74 orang 74,7% lebih banyak dari pada mendapatkan pencahayaan yang tidak terpenuhisebanyak 11 orang 10,6% dikarenakan kondisi lokasi lingkungan kerja yang terbuka dan tidakmembutuhkan sumber pencahayaan bantuan selain sumber pencahayaan alami yaitu matahari. Tahappembangunan pada saat peneliti melakukan penelitian yaitu banyaknya bangunan konstuksi yangbelum rampung atau pada saat proses pemasangan atap dilantai 2 untuk itu pekerja langsung terpaparsumber pencahayaan alami. Untuk di lantai 1 beberapa rumah yang sudah rampung memilikiminimnya pencahayaan, dikarenakan kurangnya sumber pencahayaan alami yang dapat masukkedalam bangunan konstuksi dan tidak adanya pencahayaan tambahan yang terdapat di dari asumsi peneliti tersebut, dengan pencahayaan yang sudah terpenuhi makatenaga kerja akan melaksanakan pekerjaan lebih mudah dan cepat sehingga produktivitas diharapkannaik serta dapat mencegah terjadinya kelelahan kerja hingga kecelakaan kerja, sedangkan peneranganburuk akan dapat berakibat kelelahan mata dan berkurangnya daya efisiensi kerja, kelelahan mental,keluhan pegal sekitar mata, kerusakan indera mata 20.KESIMPULANKesimpulan penelitian ini menujukkan bahwa tidak adanya hubungan yang bermakna darikedua faktor beban kerja dan pencahayaan dengan kelelahan kerja di PT. SPI proyek citra gama land,Deli TERIMA KASIHUcapan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada PT. Selaras Prima Indonesia yang telahmemberikan kesempatan bagi peneliti untuk dapat melangsungkan penelitian dan mengarahkanpeneliti dalam proses pengambilan PUSTAKA1. Arifin A setiawan. Faktor yang Berhubungan Dengan Kelelahan Kerja pada PekerjaKonstruksi Proyek Nipah Mall Kota Makassar Tahun 2017. [Skripsi]. Universitas HasanuddinMakassar; Mahardika P. Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Kerja pada Pekerja PengisianTabung Depot LPG PT. Pertamina Persero Mor VII Makassar Tahun 2017. [Skripsi].Universitas Hasanuddin Makassar; 2017. Jurnal Kesehatan Global, Vol. 4, No. 1, Januari 2021 33-40Published By Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia3. Leo, Tedy Dian Pradana ET. Analisis Risiko Postur Kerja dengan Metode Owas pada PekerjaNursery Di Sanggau Tahun 2018. J Kesehat Masy Khatulistiwa. 2018;64157– Ramdan IM, Handoko HN, Mulawarman. Kecelakaan Kerja pada Pekerja Konstruksi Informaldi Kelurahan “ X ” Kota Samarinda. Media Kesehat Masy Indones. 2016;1211– Demetriou D. “Death From Overworking” Claims Hit Record High in Japan. The Tokyo; BPJS Ketenagakerjaan. Angka Kecelakaan Kerja Cenderung Meningkat, BPJSKetenagakerjaan Bayar Santunan Rp1,2 Triliun. Jakarta Departemen Tenaga KesehatanKerja; Medianto D. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Kerja pada Tenaga KerjaBongkar Muat TKBM di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. [Skripsi]. UniversitasMuhammadiyah Semarang; Widjasena B, Ekawati E. Hubungan Beban Kerja Fisik Manual dan Iklim Kerja terhadapKelelahan Pekerja Konstruksi Bagian Project Renovasi Workshop Mekanik. J Kesehat Guntur B, Putro GM. Analisis Intensitas Cahaya pada Area Produksi terhadap Keselamatandan Kenyamanan Kerja Sesuai dengan Standar Pencahayaan. OPSI –J Optimasi Sist Tanjung H, Rachmalia NY. Pengaruh Kelelahan Kerja dan Beban Kerja terhadap KomitmenOrganisasional pada Petugas Pemadam Kebakaran Kabupaten Aceh Tengah. In KebaruanDan Kode Etik Penelitian. Medan Ekonomi Dam Bisnis Universitas MuhammadiyahSumatera Utara; 2019. p. 95– Maharja R. Analisis Tingkat Kelelahan Kerja Berdasarkan Beban Kerja Fisik Perawat diInstalasi Rawat Inap RSU Haji Surabaya. Indones J Occup Saf Heal. 2015;41 Yunus FI y, Sumekar A, Anisah N. Hubungan Sikap Kerja Berdiri dan Beban Kerja Fisikdengan Kelelahan Kerja pada Pekerja di Bagian Produksi Pabrik Kayu Lapis Yogyakarta. JFormil Forum Ilmiah Kesmas Respati. 2019;42151– Nyky Asriyani, Siti Rabbani Karimuna NNJ. Faktor yang Berhubungan dengan TerjadinyaKelelahan Kerja pada Pekerja PT. Kalla Kakao Industri Tahun 2017. Jimkesmas J Ilm MhsKesehat Masy. 2017;261– Starizky O, Ekawati E, Jayanti S. Hubungan antara Beban Kerja dan Iklim Kerja denganKelelahan Kerja pada Pekerjaan Pengukuran Tanah Menggunakan Alat Teodolit. J KesehatMasy. 2016;43549– Estu Triana, Ekawati IW. Hubungan Status Gizi, Lama Tidur, Masa Kerja dan Beban Kerjadengan Kelelahan Kerja pada Mekanik Di Pt X Plant Jakarta. J Kesehat Masy. 2017;55146– Dongka RH. Analisis Implementasi K3 pada Laboratorium Praktek Instalasi Listrik di SMKNegeri 2 Luwu dan Smk Negeri 6 Luwu. CIRCUIT J Ilm Pendidik Tek Elektro. 2019;32 Sabaruddin EE, Abdillah Z. Hubungan Asupan Energi, Beban Kerja Fisik, dan Faktor Laindengan Kelelahan Kerja Perawat. J Kesehat. 2020;102107– Erniwati Ibrahim, Syamsuar Manyullei S. Kajian Illuminati pada Laboratorium Teknik GrafikaPolimedia Jakarta terhadap Standar Kesehatan Kerja Industri K3. J Nas Ilmu Odi KD, Purimahua SL, Ruliati LP. Hubungan Sikap Kerja, Pencahayaan dan Suhu terhadap Jurnal Kesehatan Global, Vol. 4, No. 1, Januari 2021 33-40Published By Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan HelvetiaKelelahan Kerja dan Kelelahan Mata pada Penjahit di Kampung Solor Kupang 2017;141 Setiawan D. Analisis Kelelahan Mata Pekerja Sebelum dan Sesudah Bekerja pada IntensitasPenerangan dibawah Standar di Ruangan Office PT. Buma Jobsite Adaro. [Skripsi].Universitas Sebelas Maret; 2010. Fayza Nawang Darma PutraRezania AsyfiradayatiPerformance is a measuring tool for achieving organizational goals. There are several elements that affect employee performance, including lack of commitment, lack of desire, lack of discipline, and the heavy workload given by the employer. factors affecting employee performance. The factors that influence performance are individual factors, psychological factors and organizational environmental factors. Work facilities and company rules including overtime here are very important so that employees feel comfortable at work including avoiding work fatigue. This study aims to identify factors related to employee performance at PT. Iskandar Indah Printing Textile Surakarta. In this study using purposive sampling method. There is a significant relationship between age and the performance of employees in the yarn production department at Indah Printing Textile Surakarta. There is a significant relationship between gender and the performance of employees in the yarn production department at PT. Iskandar Indah Printing Textile Surakarta. There is no relationship between length of service and employee performance in the yarn production department at PT. Iskandar Indah Printing Textile Surakarta. There is a significant relationship between work fatigue and the performance of employees in the yarn production section at Indah Printing Textile HubaybahM Ichbat Fadli Azim Budi AswinIsmi Nurwaqiah IbnuWork fatigue is a problem that must be prioritized, work fatigue is the second contributor to the number of work accidents after traffic accidents. The high number of informal workers allows high accidents in the purpose of this study is to discuss the factors that influence fatigue in informal sector workers. This research is a descriptive study with a systematic review method. The literature search strategy uses a prism flow chart, and inclusion and exclusion criteria. The databases used include PubMed, DOAJ, Science Direct, Taylor and Francis, and Google Scholar. Of the 25 articles, all of them used cross-sectional research. The average type of informal work obtained from the 25 articles is labor. Overall, the journal articles obtained discuss the factors that affect work fatigue in informal sector workers. Age, nutritional status, workload were found to affect work fatigue in informal sector workers. Meanwhile, working period, working hours and work environment were not found to be related to the incidence of CTS in informal sector Elviany SabaruddinZahroh AbdillahKelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Tujuan penelitian ini adalah diketahui persentase kelelahan kerja tinggi dan dibuktikan adanya hubungan kelelahan kerja perawat dengan asupan energi,beban kerja fisik, pencahayaan, psikososial dan masa kerja di RSIA Kenari Graha Medika Cileungsi Bogor tahun 2019. Penelitian ini merupakan penelitian analitik kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional. Populasi dalam penelitian ini merupakan seluruh karyawan RSIA Kenari Graha Medika Cileungsi Bogor yang berjumlah 154 orang dan yang menjadi sampel yaitu perawat berjumlah 35 orang dan pengambilan sampel dilakukan secara purposive. Melakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner dari International Fatigue Research Commite IFRC untuk mendapatkan data kelelahan kerja, kuesioner untuk mendapat kandata psikososial, asupan kalori dikumpulkan dengan melakukan metode food recall- 24 jam, pengukuran beban kerja fisik dengan stop watch dan pengukuran intensitas pencahayaan dengan lux meter. Uji statistic untuk menganalisis korelasi antara variable independen dan variable dependen menggunakan uji chi square. Hasil penelitian ini membuktikan adanya hubungan yang bermakna antara kelelahan kerja dengan beban kerja, pencahayaan dan psikososial. Beberapa saran bagi rumah sakit diantaranya menyesuaikan jumlah ketenagakerjaan perawat sesuai metode perhitungan seperti Metode Gillies, memberikan tunjangan atau insentif kepada perawat sesuai kebijakan rumah sakit, memberikan reward bagi perawat teladan serta mengganti dan melakukan perawatan pada lampuKata kunci Kelelahan Kerja, Asupan Energi, Beban Kerja Fisik ABSTRACTFatigue is a mechanism for protecting the body to avoid further damage resulting in recovery after rest. The purpose of this study is to know the percentage of high work fatigue and proven thecorrelation in nurse work fatigue based on energy intake,physical workload, lighting, psychosocial and years of work at RSIA Kenari Graha Medika Cileungsi Bogor in 2019. This research was quantitative analytical with cross-sectional population was the entire employee of RSIA Kenari Graha Medika Cileungsi Bogorwas 154 employees and samplewas35 nurses that taken by purposive sampling method. The work fatigue data were gathered by conducting interviews by using questionnaires from International Fatigue Research Commite, using questionnaires to get psychosocial data, the calory intake data were gathered by conducted a food recall 24 hours method, physical workload measurements with stopwatch and lighting intensity measurements with lux meter. A statisctic test was used to analyze the correlation between independent variables and dependent variable is chi square test. The results of this study prove that there were significant differences in work fatigue based on workload, lighting and psychosocial. Some suggestions for hospitals include adjusting the number of nurses in accordance with calculation methods such as the Gillies Method, providing benefits or incentives to nurses according to hospital policies, giving rewards to exemplary nurses and replacing and maintaining Work Fatigue, Energy Intake, Physical WorkloadPekerja Nursery merupakan kelompok kerja yang berisiko tinggi terhadap keluhan MSds. Pola kerja yang tidak benar, fasilitas kerja yang tidak sesuai, dan faktor lingkungan kerja yang kurang mendukung, Akan berdampak terhadap produktivitas, efisiensi dan efektivitas pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya. Data dari Bureau of Labor Statistics USA 2015 Gangguan Musculuskeletal MSDs, seperti keseleo atau ketegangan akibat kegiatan berlebihan. Mengangkat menyumbang 31% kasus dari total kasus untuk semua pekerja. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis risiko ergonomi kerja dan keluhan ototo kuesioner NBP pada pekerja nursery di Jenis Penelitian ini adalah Deskriptif dengan cara observasi secara langsung. Sampel Penelitian ini sebanyak 46 pekerja dengan dilakukan teknik total sampling. Hasil Penelitian Menunjukkan Frekuensi janggal > 2x/menit sebesar 41 orang 89,1%, Normal≤ 2x/menit sebesar 5 orang. Durasi janggal > 10 detik sebesar 26 orang 56,5%, ≤ 10 detik sebesar 20 orang 43,5%. Tingkat Keluhan MSDs Rendah 29-49 14 orang 30,4%, Sedang 50-70 18 orang 39,1%, tinggi 71-91 12 orang 26,1%, sangat tinggi 92-112 2 orang 4,3%. Tingkat Risiko Postur kerja,Normal 2 orang 4,3%, Sedang 17 orang 37%, Tinggi 9 orang 19,6% dan Sangat Tinggi 18 orang 39,1%. Disarankan kepada perusahaan untuk dilakukan perbaikkan peralatan kerja dan merancang desain stasiun kerja yang lebih Ida y YunusAriana SumekarNur AnisahKelelahan kerja merupakan permasalahan yang umum di tempat kerja yang sering kita jumpai pada tenaga kerja. Hasil penelitian masih ditemukan kecelakaan kerja yang disebabkan oleh faktor kelelahan. Hal ini masih di sebabkan beberapa hal, diantaranya sikap kerja berdiri yang tidak ergonomis serta beban kerja fisik yang berlebihan. Apabila tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan kecelakaan pada pekerja itu sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara sikap kerja berdiri dan beban kerja fisik dengan kelelahan kerja pada pekerja dibagian produksi Pabrik Kayu Lapis Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di Pabrik Kayu Lapis Yogyakarta. Sampel diambil dengan metode purposive samplingdengan jumlah sampel 67 pekerja. Pengambilan data dengan mengukuran denyut nadi, kuesioner dan lembar observasi Rapid Entry Body Assesment REBA. Data diolah dan dianalisis menggunakan uji kolerasi spearman rank dengan tingkat kemaknaan p<0,05. Hasil penelitian didapatkan bahwa sikap kerja berdiri pekerja dibagian produksi Pabrik Kayu Lapis Yogyakarta yang memiliki risiko sedang 19,4%, tinggi 77,6% dan sangat tinggi 3,0%. Beban kerja fisik pekerja dibagian produksi Pabrik Kayu Lapis Yogyakarta yang memiliki beban kerja fisik rendah sebanyak 76,1% dan sedang sebanyak 23,9%. Kelelahan kerja pekerja dibagian produksi Pabrik Kayu Lapis Yogyakarta yang memiliki kategori lelah 46,3% dan sangat lelah 53,7%. Kesimpulannya tidak ada hubungan antara sikap kerja berdiri dengan kelelahan kerja pada pekerja dibagian produksi Pabrik Kayu Lapis Yogyakarta p=0,823. Ada hubungan antara beban kerja fisik dengan kelelahan kerja pada pekerja dibagian produksi Pabrik Kayu Lapis Yogyakarta p=0,003Bobby GunturGunawan Madyono PutroKeselamatan dan kenyamana kerja merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan, salah satunya adalah pencahayaan ruangan. Intensitas cahaya adalah banyaknya cahaya ada pada suatu luas permukaan, merupakan aspek lingkungan fisik yang sangat penting untuk keselamatan dan kenyamanan kerja. Dalam penelitian ini menggunakan metode ergonomi dengan tujuan menciptakan lingkungan kerja yang aman dan nyaman sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh menteri kesehatan pada tiap area sesuai dengan jenis kegiatan yang ada. Pengambilan data menggunakan alat pengukur cahaya yaitu luxmeter dan menentukan tingkat pencahayaan ruangan yang standar sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Dari hasil pergukuran langsung intensitas cahaya pada masing-masing area produksi dengan menggunakan luxmeter bahwa area produksi mendapatkan pencahayaan yang tertinggi yaitu 236 lux, namun masih tidak sesuai standar yang di tentukan oleh menteri kesehatan yaitu 300 lux. Oleh karena itu intensitas cahaya diseluruh area produksi untuk saat ini masih kurang baik bagi keamanan dan kenyamanan pekerja. Untuk meningkatkan intensitas cahaya pada area produksi agar dapat memenuhi standar pencahayaan yaitu 300 lux maka setiap area produksi diperlukan penambahan jumlah lampu atau penggantian jenis lampu di setiap area MaharjaNurses are working with high expectation, especially nurses at inpatient care unit are. They are to always be ready to provide health treatment to the patients for 24 hours for 7 days. This high expectation may affect and inflicting fatigue on them. Work fatigue is a condition of activity, motivation and physical exhaustion. If nurses don’t take a rest, it can accumulated work fatigue eventually drops the health condition of the nurse off. This research aims to analyze level of work fatigue based on physical workload of the nurses in Inpatient Care Unit of RSU Haji Surabaya. This observational descriptive study applied cross-sectional study design. The research was conducted nurses at ward IIIC and IVC. The respondents are 27 nurses with following the criteria of this. The research applied Kruskal Wallis test to find out the variety of the work fatigue level based on physical workload and Spearman correlation test to find out the relationship between physical workload and work fatigue. The result showed that several characteristics of most of the respondents were aged between 30 and 49 years old, female, had been working for more than 5 years, married, normal nutritional status, and low calorie intake. The result also showed the average workload and the nurses might experience moderate work fatigue. The result of inter-variables correlations indicated there were correlation between physical workloads and work fatigueand there are varieties of the work fatigue based on the physical workload. Keywords nurse, physical workload, work fatigueRahmad Hidayat DongkaAbstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1 implementasi K3 dilihat dari sisi kondisi fisik laboratorium, 2 impelentasi K3 dilihat dari pengunaan peralatan praktek. Penelitianiniadalahpenelitian laboratorium dan analisis deskriptif. Hasilpenelitianmenunjukkanbahwa1 kondisi fisik laboratorium praktek instalasi listrik SMKN 2 Luwu dan SMKN 6 Luwu termasuk dalam kategori Kurang berdasarkan indikator pencahyaan suhu ruangan, kondisi ruangan, 2 pengunaan peralatan praktek instalasi listrik SMKN 2 Luwu dan SMKN 6 Luwu termasuk dalam kategori kurang, indikator persiapan, pengambilan, pengunanan, penyimpanan, perawatan. Kata KunciLaboratorium,Peralatan PraktekThe discomfort of work environment which is caused by temperature will affect a worker to complete his or her job. For lack of attention to work place adjusment, position, and work equipment will certanly cause problems dealing with occupational desease. Job that have a need of accuracy without unequal to lighting, have the impact to eye fatigue. This study was aimed to find out the relationship of attitude to work, lighting, and temperature towards work fatigue and eye fatigue at tailors in Kampung Solor Kupang 2017. The type of this research was an analytic survey with cross sectional approach. The number of population was 34 tailors with the total sample 34 tailors who spread in 16 of stitch. In analising the data, the researcher used chi square with significant correlation to work fatigue, p value =0,011. Work attitude had significant correlation to eye fatigue with p value=0,037, lighting had no significant correlation to work fatigue with p value=0,683, lighting had correlation with eye fatigue p value =0,045, temperature had significant relation to work fatigue by p value=0,023 and it had no correlation to eye fatigue by p value =0, Kerja pada Pekerja Konstruksi Informal di Kelurahan " X " Kota SamarindaI M RamdanH N HandokoRamdan IM, Handoko HN, Mulawarman. Kecelakaan Kerja pada Pekerja Konstruksi Informal di Kelurahan " X " Kota Samarinda. Media Kesehat Masy Indones. 2016;121 From Overworking" Claims Hit Record High in Japan. The TelegraphD DemetriouDemetriou D. "Death From Overworking" Claims Hit Record High in Japan. The Telegraph. Japan Tokyo; Kecelakaan Kerja Cenderung Meningkat, BPJS Ketenagakerjaan Bayar Santunan Rp1,2 Triliun. Jakarta Departemen Tenaga Kesehatan KerjaBpjs KetenagakerjaanBPJS Ketenagakerjaan. Angka Kecelakaan Kerja Cenderung Meningkat, BPJS Ketenagakerjaan Bayar Santunan Rp1,2 Triliun. Jakarta Departemen Tenaga Kesehatan Kerja; 2019.

Pengertiankolaborasi adalah wujud kerja sama antara dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan yang sama. Dalam sebuah kolaborasi, setiap individu yang terlibat saling membantu satu dengan lain. Dalam modul berjudul Konsep, Pengertian, dan Tujuan Kolaborasi oleh Dr. Drs. Choirul Saleh,M.Si yang diterbitkan oleh Universitas Terbuka

JawabanFaktor cuaca ternyata juga berpengaruh terhadap Pekerjaan konstruksi, Mengapa demikian? Karena Iklim Berupa Musim Hujan yang berlebihan dapat mengakibatkan struktur tanah menjadi basah dan tidak labil yang mengakibatkan Tanah bisa saja bergeser kapan saja dan itu berdampak buruk kepada Rumah di sekitarnyaSemoga bermanfaat dan membantu ya kak..

KategoriBEM dipandang perlu karena dalam bangunan baru perencanaan operasional gedung yang ramah lingkungan sudah harus dipikirkan sejak tahap perencanaan desain. dan manajemen lingkungan gedung. Oleh karena itu seorang GP dapat membantu tim desain dalam proses desain dan konstruksi untuk mencapai kriteria-kriteria GREENSHIP yang
Accidents in construction project often occur, especially in the construction world. Safety climate plays an important role in the success of a project. By using a literature study, this article aims to find out what factors affect climate. This study uses 14 journals and consists of 17 articles that focus on the climate of work safety. The results showed that 13 factors were generated which were categorized into physical and non-physical. Physical factors that influence are physical fatigues, low adaptability, motor skills, leadership management, systematic work preparation, safety behaviour and injuries. Meanwhile, non-physical consisted of 5 factors organizational climate, emotional stress, psychological conflict, personality, intelligence and motivation, psychosocial conditions. For further research, factor analysis will be carried out regarding the factors that have been found by surveying construction workers in Indonesia. The association of these factors with the safety climate can also be found. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Studi Faktor Pengaruh Iklim Keselamatan Kerja dalam Proyek Konstruksi Diah Listyaningsih1*, Feri Harianto1, Rahma Saraswati1 1Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya Email *diahlistya Abstract Accidents in construction project often occur, especially in the construction world. Safety climate plays an important role in the success of a project. By using a literature study, this article aims to find out what factors affect climate. This study uses 14 journals and consists of 17 articles that focus on the climate of work safety. The results showed that 13 factors were generated which were categorized into physical and non-physical. Physical factors that influence are physical fatigues, low adaptability, motor skills, leadership management, systematic work preparation, safety behaviour and injuries. Meanwhile, non-physical consisted of 5 factors organizational climate, emotional stress, psychological conflict, personality, intelligence and motivation, psychosocial conditions. For further research, factor analysis will be carried out regarding the factors that have been found by surveying construction workers in Indonesia. The association of these factors with the safety climate can also be found. Keywords Construction, Occupational Health and Safety, Safety climate Abstrak Kecelakaan kerja sering terjadi terutama di dunia konstruksi. Iklim Keselamatan Kerja berperan pernting terhadap keberhasilah suatu proyek. Dengan menggunakan studi literatur, artikel ini bertujuan untuk mencari faktor-faktor yang berpengaruh terhadap iklim Dalam penelitian ini digunakan metode studi literatur. Penelitian ini menggunakan 14 jurnal dan terdiri dari 17 artikel yang berfokus pada Iklim Keselamatan Kerja. Hasilnya didapatkan 13 faktor yang dihasilkan yang dikategorikan menjadi fisik dan non fisik. Faktor fisik yang mempengaruhi adalah korban, rendahnya kemampuan beradaptasi, keterampilan motoris, manajemen kepemimpinan, persiapan Kerja yang sistematis, perilaku keselamatan dan cedera. Sedangkan untuk non fisik terdiri dari 5 faktor iklim organisasi, tekanan emosi, konflik kejiwaan, kepribadian, intelegensi dan motivasi, kondisi psikososial. Untuk penelitian selanjutnya akan dilakukan analisis faktor mengenai faktor-faktor yang sudah ditemukan dengan melakukan survei pekerja Konstruksi di Indonesia. Hubungan mengenai faktor tersebut dengan iklim keselamatan juga dapat ditemukan. Keywords Iklim Keselamatan Kerja, K3, Konstruksi 1. Pendahuluan Sektor Konstruksi mempunyai risiko tinggi dalam kecelakanan pada tahap pelaksanaannya. Beberapa perusahaan yang tidak menerapkan sistem Kesehatan dan Keselamatan Kerja K3 disebabkan karena sebagian besar pelaku konstruksi masih berfikir bahwa K3 akan meningkatkan biaya proyek konstruksi. Iklim Keselamatan Kerja mempengaruhi pengetahuan, motivasi, kepatuhan dan partisipasi individu [1]. Selain itu, iklim keselamatan kerja dan kepribadian big five juga berpengaruh terhadap perilaku keselamatan karyawan [2]. Kecelakaan kerja memiliki korban jiwa yang signifikan dan berdampak negatif terhadap beberapa sub bidang dalam Konstruksi, seperti produktivitas perusahaan, keuangan, dan lain-lain. Studi yang bertujuan untuk mengeksplorasi pengaruh interaksi manajemen keselamatan dan penyebab iklim keselamatan terhadap kinerja Keselamatan dilakukan dengan menguji model yang diusulkan menggunakan kuadrat terkecil parsial [3]. Temuan menunjukkan bahwa sistem manajemen keselamatan memiliki efek positif pada kinerja keselamatan. Selanjutnya, interaksi insentif keselamatan, keterlibatan subkontraktor, dan akuntabilitas keselamatan dengan sistem manajemen keselamatan memiliki efek positif yang signifikan terhadap kinerja keselamatan. Oleh karena itu, agar berhasil menerapkan sistem 140 Jurnal Teknik Sipil, Vol 1, No 2, November 2020 139–144 manajemen keselamatan dan meningkatkan kinerja keselamatan, perusahaan konstruksi perlu memberikan insentif keselamatan dan menghubungkannya ke semua aspek sistem manajemen keselamatan mereka, melibatkan subkontraktor dalam pertemuan dan pelatihan keselamatan, serta memberikan tanggung jawab dan wewenang kepada siapa pun yang terlibat. dalam pelaksanaan proyek konstruksi. Iklim Keselamatan berpengaruh terhadap perilaku risiko dimana ketika tekanan produksi rendah, maka pengaruh komitmen manajemen terhadap keselamatan perilaku berisiko rendah begitu juga sebaliknya [5]. Temuan ini menyoroti pentingnya komitmen manajerial yang merupakan dimensi dalam iklim Keselamatan dalam konteks di mana karyawan mengalami ketegangan antara tenggat waktu produksi dan prosedur Keselamatan. Iklim Keselamatan kerja sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah tekanan emosi, kelelahan fisik, konflik kejiwaan, kurangnya kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan, kepribadian, intelegensi dan motivasi serta kurangnya keterampilan sensoris dan motoris [6]. Dengan mengeksplore sebuah model, ditemukan bahwa iklim Keselamatan Kerja dipengaruhi oleh keamanan kepemimpinan dan iklim Keselamatan Kerja sendiri mempengaruhi motivasi Keselamatan Kerja [9]. Iklim Keselamatan Kerja dan pengalaman personal berpengaruh juga terhadap kepatuhan pada peraturan Keselamatan [10]. Dalam penelitian lain disebutkan bahwa peranan seorang pemimpin seperti supervisor atau mandor sangat berpengaruh terhadap iklim Keselamatan Kerja [11]. Dengan melakukan survei kepada serratus empat belas bekerja dari sembilan kontraktor yang berbeda, menunjukkan tingkat iklim Keselamatan Kerja tingkat grup yang unik. Hasilnya menunjukkan behwa personil baik supervisor maupun mandor memainkan peranan penting dalam membentuk kinerja Keselamatan pada kelompok Kerja subkontrak. Sejalan dengan penelitian Lingard, pengaruh pemimpin melalui gaya kepemimpinannya memiliki hubungan signifikan dengan partisipasi [12]. Pemimpin dapat mendorong partisipasi Keselamatan dengan menggunakan taktik mempengaruhi, berargumen secara rasional, terlibat dalam pengambilan keputusan dan membangkitkan rasa antusiasme untuk Keselamatan. Dalam melakukan pekerjaan Konstruksi tentunya harus ada persiapan yang sangat matang. Dalam siklus hidup proyek disebutkan bahwa siklus hidup proyek mempunyai empat tahap, yaitu defining, planning, excecuting dan closing [13]. Setiap tahapnya harus dipersiapkan dengan baik, karena akan selalu ada pengontrolan atau evaluasi. Rapat persiapan Kerja bisa dilakukan secara berkala, ataupun pada waktu tertentu saat diskusi dan pertemuan dibutuhkan. Misalnya saja pada morning safety talk, biasanya dilakukan di pagi hari sebelum memulai pekerjaan. Begitu juga dengan rapat persiapan pekerjaan yang lain ataupun rapat kemajuan pekerjaan. Rapat persiapan Kerja tersebut diharapkan memiliki efek positif pada nilai Keselamatan di tempat Kerja. Akan tetapi, berlawanan dengan ekspektasi, penelitian yang dilakukan pada enam lokasi Konstruksi besar menghasilkan adanya penurunan Keselamatan Kerja [14]. Seringnya pertemuan Kerja memang sering dapat mendiskusikan beberapa masalah terkait iklim Keselamatan, akan tetapi tergantung bagaimana pertemuan ini dilakukan dan prioritas apa yang disampaikan. Pertemuan tidak selalu membahas hal atau masalah secara efektif, tetapi terkadang juga sering terjadi pembahasan lain di luar permasalahan inti. Hal tersebutlah yang menyebabkan pertemuan tidak memberi pengaruh positif terhadap Keselamatan Kerja. Studi lain membandingkan dan mengukur iklim keselamatan di fasilitas manufaktur kinerja keselamatan tinggi vs. kinerja keselamatan rendah untuk mengidentifikasi area yang paling berdampak untuk mengurangi atau mencegah cedera di tempat kerja. Untuk mencapai tujuan studi, digunakan Kuesioner Iklim Keselamatan Nordik NOSACQ-50 yang terdiri dari 50 item di tujuh dimensi. Sebanyak 116 karyawan operasional di pabrik kertas laminasi di Amerika Serikat dan memiliki struktur operasi yang sama menyelesaikan survei. Hasil perbandingan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang besar pada skor total. Situs berkinerja tinggi memiliki skor NOSACQ-50 yang jauh lebih tinggi daripada situs berkinerja buruk di semua dimensi yaitu pada tiga area fokus komitmen, keterlibatan, dan akuntabilitas [16]. Konseptual model untuk iklim Keselamatan psikologi sendiri sudah dikembangkan dengan melihat perspektif struktural, perseptual, interaktif, dan budaya [17]. Maka dari itu perlu dilakukan penelitian yang berhubungan dengan perilaku keselamatan kerja pada proyek konstruksi. Listyaningsih Faktor Pengaruh Iklim Keselamatan Kerja dalam proyek Konstruksi Studi Literatur 141 2. Metode Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur dengan menggunakan 14 jurnal yang berfokus pada Iklim Keselamatan Kerja, diantaranya International Journal of Project Management, Risk Analysis, Accident Analysis and Prevention, Industrial and Systems Engineering Review, Journal of applied social psychology, Individual Behaviour, Jurnal Psikologi, Jurnal Psikologi Teori dan Terapan, Jurnal Manajemen Teknologi, Jurnal Psikologi Mandiri, Safety Science, Children and Youth Services Review, dan Insight Ada tiga tahap yang akan digunakan dalam pemilihan jurnal 1 penggunaan kata kunci, yaitu iklim Keselamatan Kerja dan safety climate; 2 memilih artikel yang berhubungan dengan judul yang dibahas; 3 studi literatur dan mencari faktor yang berpengaruh. Dalam pencarian jurnal, beberapa database yang digunakan antara lain Google Scholar, Science Direct dan researchgate. Tahapan dalam penulisan ini digambarkan pada gambar 1. Gambar 1. Proses literatur review Dari beberapa jurnal tersebut akan dilakukan pemetaan beberapa artikel. Dengan beberapa jurnal dicari kata kunci yang berhubungan dengan Iklim Keselamatan Kerja dan K3. Tabel 1 menampilkan hasil pencarian artikel dalam beberapa jurnal. 3. Hasil dan Pembahasan Dari beberapa artikel yang terpilih, ada beberapa faktor yang berhubungan dengan iklim Keselamatan Kerja seperti ditunjukkan pada tabel 2. Tabel 1. Hasil pencarian artikel Construction Management and Economics International Journal of Project Management Accident Analysis and Prevention Industrial and Systems Engineering Review Journal of applied social psychology 142 Jurnal Teknik Sipil, Vol 1, No 2, November 2020 139–144 Jurnal Psikologi Teori dan Terapan Jurnal Manajemen Teknologi Children and Youth Services Review Tabel 2. Faktor faktor yang mempengaruhi iklim Keselamatan Kerja Widyastuti dan Aini 2014 Widyastuti dan Aini 2014 Widyastuti dan Aini 2014 Kurangnya kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan Widyastuti dan Aini 2014 Widyastuti dan Aini 2014 Widyastuti dan Aini 2014; Huda dkk 2016 Kurangnya keterampilan sensoris dan motoris Widyastuti dan Aini 2014 Huda dkk 2016, Lingard dkk. 2010; Clarke dan Ward 2006; Petitta 2017 Persiapan kerja yang sistematis Pousette dan Torner 2016 Pousette dan Torner 2013 Pousette dan Torner 2013 Faktor Fisik Efek moderat lintas level dari individu ke organisasi dari iklim keselamatan dibatasi oleh dimensi budaya keselamatan tertentu, sehingga iklim keselamatan memoderasi hubungan kepatuhan penegakan pengawas hanya di bawah dimensi budaya. Selain itu, dimensi budaya otokrasi dan birokrasi melemahkan hubungan antara penegakan pengawas dan kepatuhan. Hubungan yang kompleks antara budaya keselamatan organisasi dan iklim keselamatan, menunjukkan bahwa organisasi dengan budaya keselamatan tertentu mungkin lebih mungkin untuk mengembangkan iklim keselamatan yang lebih atau kurang positif. Selain itu, kepatuhan keselamatan karyawan adalah fungsi dari kepemimpinan keselamatan pengawas, serta dimensi iklim keselamatan dan budaya keselamatan yang lazim dalam organisasi [4]. Faktor Non Fisik Pengaruh iklim organisasi secara umum pada kinerja keselamatan dimediasi oleh iklim keselamatan, sedangkan iklim keselamatan berpengaruh pada Keselamatan kinerja sebagian dimediasi oleh pengetahuan dan motivasi Keselamatan [1]. Iklim organisasi berhubungan dengan tingkat kepuasan pekerja sehingga mempengaruhi Kerja pekerja dan pekerja untuk stay di dalam suatu perusahaan [18]. Hubungan sebab dan akibat antara kondisi psikososial, iklim keselamatan, dan perilaku Keselamatan diteliti melalui pengumpulan kuesioner dari 289 karyawan di 43 unit pada empat kesempatan selama 21 bulan pembangunan terowongan jalan. Data dianalisis menggunakan dua pendekatan untuk perubahan pemodelan, yaitu model variabel laten autoregresif dan model kurva pertumbuhan multi-level. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi individu tentang iklim keselamatan memberikan efek kausal pada perilaku keselamatan individu, tetapi terdapat juga hubungan terbalik, di mana perilaku keselamatan mempengaruhi iklim keselamatan. Selain itu, persepsi rata-rata Listyaningsih Faktor Pengaruh Iklim Keselamatan Kerja dalam proyek Konstruksi Studi Literatur 143 unit kerja tentang iklim keselamatan memprediksi pertumbuhan perilaku keselamatan individu tetapi pengaruh ini dimediasi oleh persepsi individu tentang iklim keselamatan. Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa kondisi psikososial yang mendukung dalam suatu organisasi mempengaruhi persepsi keselamatan individu tetapi tidak berdampak pada perilaku Keselamatan [15]. Penelitian mengenai cedera dalam bekerja diteliti dan dihasilkan hubungan kuat dengan iklim Keselamatan [7]. Cedera dapat terjadi karena kurangnya kesadaran akan perilaku K3 maupun karena kelelahan psikologi dan fisik. Semakin positif persepsi karyawan terhadap iklim Keselamatan, maka semakin tinggi tingkat kepatuhan karyawan terhadap peraturan Keselamatan Kerja yang ada [8]. 4. Kesimpulan Hasil dari studi adalah terdapat 13 faktor yang ditemukan mempengaruhi iklim Keselamatan Kerja, baik yang berpengaruh positif maupun negatif, dan berpengaruh besar maupun kecil. Kemudian faktor-faktor tersebut dikategorikan lagi ke dalam kategori fisik dan non fisik. Sehingga, dapat diketahui bahwa faktor fisik yang mempengaruhi adalah kelelahan, rendahnya kemampuan beradaptasi, keterampilan sensoris motoris, keamanan kepemimpinan, persiapan Kerja yang sistematis, perilaku Keselamatan dan injury. Sedangkan, untuk non fisik terdiri dari 5 faktor iklim organisasi, tekanan emosi, konflik kejiwaan, kepribadian, intelegensi dan motivasi, kondisi psikososial. Untuk penelitian selanjutnya akan dilakukan analisis faktor mengenai faktor-faktor yang sudah ditemukan dengan melakukan survei ke pekerja Konstruksi di Indonesia. Hubungan mengenai faktor tersebut dengan iklim Keselamatan juga dapat ditemukan. Referensi [1] A. Neal, M. A. Gri, and P. M. Hart, “Neal 2000 SafetySci org climate impact on behav!,” J. Individ. Behav., vol. 34, no. 1, pp. 99–109, 2000. [2] P. Prabarini and F. Suhariadi, “Iklim Keselamatan Kerja dan Big Five Personality Sebagai Prediktor Perilaku Keselamatan Karyawan,” J. Psikol. Teor. dan Terap., vol. 9, no. 1, p. 1, 2018, doi [3] N. K. Kim, N. F. A. Rahim, M. Iranmanesh, and B. Foroughi, “The role of the safety climate in the successful implementation of safety management systems,” Saf. Sci., vol. 118, no. September 2018, pp. 48–56, 2019, doi [4] L. Petitta, T. M. Probst, C. Barbaranelli, and V. Ghezzi, “Disentangling the roles of safety climate and safety culture Multi-level effects on the relationship between supervisor enforcement and safety compliance,” Accid. Anal. Prev., vol. 99, pp. 77–89, 2017, doi [5] J. Bosak, W. J. Coetsee, and S. J. Cullinane, “Safety climate dimensions as predictors for risk behavior,” Accid. Anal. Prev., vol. 55, pp. 256–264, 2013, doi [6] Widyastuti and Aini, “Hubungan antara Iklim Keselamatan Kerja terhadap perilaku berbahaya pada karyawan HUBUNGAN Produksi PT. Perkebunan Nusantara XI Persero PG. Djatirto,” Insight, vol. 10, no. 1, pp. 87–101, 2014. [7] J. M. Beus, S. C. Payne, M. E. Bergman, and W. Arthur, “Safety climate and injuries An examination of theoretical and empirical relationships,” J. Appl. Psychol., vol. 95, no. 4, pp. 713–727, 2010, doi [8] R. E. Sari, “Kepatuhan Peraturan Keselamatan Kerja Sebagai Mediator Pengaruh Iklim Keselamatan Kerja Terhadap Kecenderungan Mengalami Kecelakaan Kerja,” J. Psikol. Mandiri, pp. 81–90, 2014. [9] U. F. Huda, A. Sukmawati, and I. M. Sumertajaya, “Model Perilaku Keselamatan Kerja Karyawan pada Industri Berisiko Tinggi,” J. Manaj. Teknol., vol. 15, no. 1, pp. 51–66, 2016, doi [10] Prihatiningsih and Sugiyanto, “Pengaruh Iklim Keselamatan dan Pengalaman Personal terhadap Kepatuhan pada Peraturan Keselamatan Pekerja konstruksi,” Pengaruh Iklim Keselam. dan Pengalaman Pers. terhadap Kepatuhan pada Peratur. Keselam. Pekerja Konstr., vol. 37, no. 1, pp. 82–93, 2015, doi 144 Jurnal Teknik Sipil, Vol 1, No 2, November 2020 139–144 [11] H. C. Lingard, T. Cooke, and N. Blismas, “Safety climate in conditions of construction subcontracting A multi-level analysis,” Constr. Manag. Econ., vol. 28, no. 8, pp. 813–825, 2010, doi [12] S. Clarke and K. Ward, “The role of leader influence tactics and safety climate in engaging employees’ safety participation,” Risk Anal., vol. 26, no. 5, pp. 1175–1185, 2006, doi [13] Includes the standard for project management. 2017. [14] A. Pousette and M. Törner, “Effects of systematic work preparation meetings on safety climate and psychosocial conditions in the construction industry,” Constr. Manag. Econ., vol. 34, no. 6, pp. 355–365, 2016, doi [15] S. L. Tholén, A. Pousette, and M. Törner, “Causal relations between psychosocial conditions, safety climate and safety behaviour - A multi-level investigation,” Saf. Sci., vol. 55, pp. 62–69, 2013, doi [16] B. Baertschi, S. D. Choi, and K. Ahn, “Safety Climate as an Indicator and Predictor of Safety Performance A Case Study,” Ind. Syst. Eng. Rev., vol. 6, no. 1, pp. 1–9, 2018, doi [17] Y. Shen, M. M. Tuuli, B. Xia, T. Y. Koh, and S. Rowlinson, “Toward a model for forming psychological safety climate in construction project management,” Int. J. Proj. Manag., vol. 33, no. 1, pp. 223–235, 2015, doi [18] Y. Li, H. Huang, and Y. Y. Chen, “Organizational climate, job satisfaction, and turnover in voluntary child welfare workers,” Child. Youth Serv. Rev., vol. 119, p. 105640, 2020, doi ResearchGate has not been able to resolve any citations for this among the child welfare workforce has been linked to workforce demographics, individual-level work attitudes, and organizational conditions. It is relatively understudied how organizational and individual factors may be related to each other in predicting turnover among the voluntary private, non-profit child welfare workforce. The main purpose of this study was to investigate the indirect effects of organizational climate on turnover through voluntary child welfare workers’ job satisfaction. The sample consisted of 849 direct care and clinical workers in 13 voluntary agencies under contract with the public child welfare system in a northeastern state in the United States. Paper-and-pencil surveys were sent out to the agencies. Structural equation modeling was used to examine the relationship between organizational climate, job satisfaction, and turnover intentions. To examine the indirect effects of interest, bias-corrected and accelerated bootstrap confidence intervals based on 20,000 replications were obtained. Results suggested that the effect of organizational climate on intent to leave the agency was fully mediated by job satisfaction β = SE = 95% CI = [− − while its effect on intent to stay in child welfare was partially mediated β = SE = 95% CI = [ Voluntary child welfare agencies should consider redirecting their resources and focus on how their efforts into organizational changes may impact workers’ job satisfaction in pay, benefits, and promotion opportunities. Given that job satisfaction has a more immediate effect on turnover, it is worth investing in programs specifically designed to enhance job satisfaction. Limitations of our study and directions for future research are accident rate in Indonesia is still high and likely to increase each year. The most dominant factor which causes accidents to happen in high-risk industries is because of the low behaviour of the workers' safety work. The research was conducted on the employees of LPG Bulk Filling Station SPBE in Bogor Region. The aim of this research is conducted to develop a model of the worker's safety behavior on high-risk industries. Some of the factors that have an influence on the safety behavior, among others safety leadership style, safety climate, job satisfaction, fatigue, and safety motivation. The population of this research is all employees of SPBE ini Bogor region. The samples were taken by using multy stage cluster random sampling technique with two stages. The first stage, SPBE separated by location, and the second, employees is separated by working environment; office and field. A total of 100 questionnaires were distributed, of which 92 were returned and 69 were analyzed. Respondent data were analyzed by SEM-PLS using smart PLS software. The resulting model showed that safety leadership by participating and delegating style has a positive effect on safety climate and workers' safety behaviour. Worker's safety motivation has a positive effect on workers' safety behaviour, and worker's safety motivation affected by the safety climate. Keywords safety climate, safety leadership, safety motivation, safety behaviour, workplace accidentThe nature of construction projects and their delivery exposes participants to accidents and dangers. Safety climate serves as a frame of reference for employees to make sense of safety measures in the workplace and adapt their behaviors. Though safety climate research abounds, fewer efforts are made to investigate the formation of a safety climate. An effort to explore forming psychological safety climate, an operationalization of safety climate at the individual level, is an appropriate starting point. Taking the view that projects are social processes, this paper develops a conceptual framework of forming the psychological safety climate, and provides a preliminary validation. The model suggests that management can create the desired psychological safety climate by efforts from structural, perceptual, interactive, and cultural perspectives. Future empirical research can be built on the model to provide a more comprehensive and coherent picture of the determinants of safety study examines the interactive relationship between three dimensions of safety climate management commitment to safety, priority of safety, and pressure for production, and their impact on risk behavior reported by employees. The sample consisted of 623 employees from a chemical manufacturing organization in South Africa. Hierarchical regression analyses were carried out to test the direct effects and the interaction effect of the three safety climate dimensions on risk behavior. The results showed that, as expected, employees' risk behavior was negatively related to management commitment to safety and priority of safety and positively related to pressure for production. Moreover, as expected, the three-way interaction between management commitment to safety, priority of safety and pressure for production was significant. When pressure for production was high, management commitment to safety was negatively related to risk behavior, regardless of level of priority of safety on plant. When pressure for production was low, the effect of management commitment to safety on risk behavior was nullified under conditions of high, as compared to low priority of safety on plant. These findings highlight the importance of managerial commitment to safety in contexts where employees experience tensions between production deadlines and safety multi-level safety climate model was tested in the Australian construction industry. Subcontracted workers' perceptions of the organizational safety response OSR and supervisor safety response SSR in their own organization and that of the principal contractor were measured using a safety climate survey administered at a large hospital construction project in Melbourne. One hundred and fourteen construction workers completed the survey, representing nine subcontractors engaged at the project. Two requisite conditions for the existence of group-level safety climates, 1 within-group homogeneity; and 2 between-group variation were satisfied for perceptions of subcontractors' OSR and SSR. This supports the contention that subcontractors working in a single construction project exhibit a unique group-level safety climate. Subcontracted workers also discriminated between group-level safety climates the SSR in their own and in the principal contractor's organizations. The results suggest some cross-level influence. Perceptions of the SSR were positively predicted by perceptions of the OSR in both the principal and subcontractor organizations. Perceptions of the OSR of the principal contractor were also a significant predictor of the perceived OSR and SSR in the subcontractor organizations. Perceptions of the subcontractors' SSR were a significant predictor of the rate of lost-time and medical treatment incidents reported by the subcontractor. Although perceptions of the principal contractor's SSR were not directly related to subcontractors' injury rates, they were a significant predictor of subcontractors' SSR, revealing an indirect link. The results suggest that supervisory personnel foremen and leading hands play an important role in shaping safety performance in subcontracted purpose in this study was to meta-analytically address several theoretical and empirical issues regarding the relationships between safety climate and injuries. First, we distinguished between extant safety climate->injury and injury->safety climate relationships for both organizational and psychological safety climates. Second, we examined several potential moderators of these relationships. Meta-analyses revealed that injuries were more predictive of organizational safety climate than safety climate was predictive of injuries. Additionally, the injury->safety climate relationship was stronger for organizational climate than for psychological climate. Moderator analyses revealed that the degree of content contamination in safety climate measures inflated effects, whereas measurement deficiency attenuated effects. Additionally, moderator analyses showed that as the time period over which injuries were assessed lengthened, the safety climate->injury relationship was attenuated. Supplemental meta-analyses of specific safety climate dimensions also revealed that perceived management commitment to safety is the most robust predictor of occupational injuries. Contrary to expectations, the operationalization of injuries did not meaningfully moderate safety climate-injury relationships. Implications and recommendations for future research and practice are increasing attention to contextual effects on the relationship between supervisor enforcement and employee safety compliance, no study has yet explored the conjoint influence exerted simultaneously by organizational safety climate and safety culture. The present study seeks to address this literature shortcoming. We first begin by briefly discussing the theoretical distinctions between safety climate and culture and the rationale for examining these together. Next, using survey data collected from 1342 employees in 32 Italian organizations, we found that employee-level supervisor enforcement, organizational-level safety climate, and autocratic, bureaucratic, and technocratic safety culture dimensions all predicted individual-level safety compliance behaviors. However, the cross-level moderating effect of safety climate was bounded by certain safety culture dimensions, such that safety climate moderated the supervisor enforcement-compliance relationship only under the clan-patronage culture dimension. Additionally, the autocratic and bureaucratic culture dimensions attenuated the relationship between supervisor enforcement and compliance. Finally, when testing the effects of technocratic safety culture and cooperative safety culture, neither safety culture nor climate moderated the relationship between supervisor enforcement and safety compliance. The results suggest a complex relationship between organizational safety culture and safety climate, indicating that organizations with particular safety cultures may be more likely to develop more or less positive safety climates. Moreover, employee safety compliance is a function of supervisor safety leadership, as well as the safety climate and safety culture dimensions prevalent within the aim of this study was to evaluate the effect of an intervention comprising education and support in performing frequent and structured work preparation meetings with broad participation. Such work preparation meetings were expected to have positive effects on safety climate by emphasizing the value of safety at the work site, and on perceived influence at work. The study was a longitudinal, matched before and after questionnaire study, with six construction sites within a large Swedish construction company, randomly assigned to the intervention or the comparison group. Contrary to expectations, the intervention group reported a decrease in safety climate, while this increased in the comparison group. Perceived influence at work showed a tendency to decrease at the interventions sites. Frequent work preparation meetings may provide ample opportunity for obtaining perceptual safety climate cues. But the effect is dependent on how these meetings are performed, and what priorities are little is known about the role of occupational safety climate in a broader organisational context, its antecedents and the mechanisms for how it may impact safety outcomes. This study used a prospective longitudinal multi-level study design to examine the cause and effect relationships between psychosocial conditions, safety climate, and safety behaviour. Data were collected by means of questionnaires from 289 employees in 43 units at four occasions during a period of 21 months of the construction of a road tunnel. Data were analysed using two approaches for modelling change; an autoregressive latent variable model and a multi-level growth curve model. Results showed that individual perceptions of safety climate exerted a causal effect on individual safety behaviour, but we also found some evidence of a reversed relationship, where safety behaviour influenced safety climate. Furthermore, we found that work unit average perceptions of safety climate predicted the growth of the individual safety behaviour but this influence was mediated by the individual’s perception of the safety climate. The results also indicate that supportive psychosocial conditions within an organisation influence individual safety perceptions but do not per se have an impact on safety behaviour.
SeverityRate digunakan untuk menentukan tingkat hari kerja yang hilang karena kecelakaan kerja / insiden kerja per 1.000.000 (satu juta) jam kerja orang. SR (Severity Rate) = (Total Hari Kerja Hilang karena Kecelakaan Kerja/Total Jam Kerja Orang) X 1.000.000; Lebih lengkap tentang Severity Rate dapat kamu baca pada artikel berikut ini :
Abstract Risiko hujan menimbulkan kendala pada proyek konstruksi yang dapat menyebabkan adanya kehilangan waktu kerja. Pada umumnya, klausul kontrak memberikan kompensasi berupa perpanjangan waktu untuk kondisi cuaca yang tidak normal dan tidak dapat diantisipasi sebelumnya. Meskipun demikian, hal tersebut tidak menghalangi kontraktor untuk menjadikan kehilangan waktu kerja akibat hujan sebagai salah satu penyebab keterlambatan proyek untuk memperoleh perpanjangan waktu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketentuan kontrak tentang risiko hujan, dampak risiko hujan terhadap pekerjaan konstruksi, dan kendala yang disebabkan oleh hujan pada proyek kontruksi. Penelitian dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada pemilik dan kontraktor yang berada di Surabaya. Hasil yang diperoleh diolah dengan Microsoft Excel. Hasil penelitian menunjukkan di dalam kontrak jarang terdapat klausul khusus yang mengatur tentang risiko hujan. Kontraktor dan pemilik proyek telah mengetahui adanya risiko hujan dari tahap perencanaan. Kontraktor memiliki persiapan agar pelaksanaan proyek tidak terganggu oleh adanya kehilangan waktu kerja akibat hujan. Kontraktor dan pemilik proyek menyatakan bahwa pekerjaan dengan dampak risiko hujan yang besar adalah pekerjaan basement dan kendala akibat hujan yang paling sering terjadi adalah berkurangnya produktivitas tenaga kerja. Dengan demikian, pengaturan risiko hujan dalam kontrak dapat diterapkan pada jenis proyek yang memiliki dampak risiko hujan yang besar untuk menghindari perselisihan kontraktor dengan pemilik proyek.
1Menambah pengetahuan kita tentang penyebab dari kerusakan jalan. 2.Menambah pengetahuan kita tentang dampak-dampak dari kerusakan jalan. 3.Mengetahui apa yang seharusnya dilakukan oleh stakeholder dalam perbaikan jalan. 4.Mampu membuat kebijakan yang dapat menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan masalah.

JawabanKarena jika iklim dan cuaca buruk maka pekerjaan konstruksi akan ikut terlambat namun sebaliknya jika iklim dan cuaca baik maka pekerjaan konstruksi akan cepat selesai PenjelasanJadiin jawaban tercerdas y ak butuh soalnya Jng lupa follow kalau aku follow follow aku ya JawabanMempengaruhi kondisi tanah yang menyebabkan tanah tidak stabilPenjelasanJadikan jawaban terbaik / Jawaban tercedas " No Maksa"SEMOGA BERMANFAATYou have to be enthusiastic, even if you just study at homeJangan lupa untuk follow ya teman-teman

pendidikan pengalaman bekerja, dan karakteristik pribadi lainnya merupakan faktor yang mementukan dalam pemanfaatan media massa untuk pembelajaran. Secara umum media pembelajaran dapat digolongkan dalam dua kelompok, yaitu: (1) media pembelajaran yang memang dirancang secara khusus (by design) untuk kegiatan belajar, dan (2) media belajar Pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan di alam terbuka tentunya sangat dipengaruhi oleh cuaca. Misalnya saja pekerjaan konstruksi jalan dan pekerjaan konstruksi bangunan. Saat cuaca cerah, pekerjaan akan berjalan dengan lancar. Sebaliknya, ketika cuaca sedang buruk maka pekerjaan-pekerjaan pun akan terhambat, tidak maksimal dan berjalan tidak sesuai rencana. Nah, karena itu informasi mengenai prediksi cuaca sangat penting dalam melaksanakan proyek-proyek tersebut. Prediksi Cuaca dan Perencanaan Proyek Berkaitan dengan prediksi cuaca, perencanaan pengerjaan sebuah proyek dibagi ke dalam tiga bagian yakni pengerjaan jangka panjang, pengerjaan jangka menengah, dan pengerjaan jangka pendek. Sebaiknya proyek dengan pengerjaan jangka panjang dan pengerjaan jangka pendek dimulai di akhir musim penghujan atau pada masa peralihan antara musim hujan dan musim kemarau yakni sekitar bulan April-Mei. Misalnya saja pada proyek pengerjaan tanah atau pondasi yang biasanya mengawali sebuah proyek. Pekerjaan ini sangat dipengaruhi oleh cuaca. Pekerjaan ini bisa tergolong sebagai pekerjaan jangka panjang atau bisa juga termasuk pekerjaan jangka pendek. Jika dikerjakan di akhir musim penghujan atau pada masa peralihan, maka diharapkan pekerjaan ini bisa lebih lancar dan cepat diselesaikan. Cuaca yang mendukung membuat pengerjaan tanah dan pondasi nyaris tanpa hambatan dan bisa diselesaikan sesuai perencanaan waktu. Contoh lainnya adalah pada proyek pengerjaan gedung. Pekerjaan membangun dinding sebaiknya dilakukan sebelum musim penghujan tiba. Jika dilakukan pada musim penghujan, tidak saja pengerjaannya akan berjalan lambat tetapi juga kualitas dinding menjadi kurang baik. Dinding akan menjadi lembab karena curah hujan yang tinggi sehingga akan berpengaruh pada proses pengecatan. Pada proyek jangka pendek, pekerjaan bisa dilakukan pada musim penghujan tetapi dengan memanfaatkan masa kering yang terjadi pada musim hujan. Pada masa kering ini curah hujan tidak lagi tinggi sehingga tidak begitu menghambat pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan. Prediksi cuaca secara lengkap bisa menggunakan prediksi yang dikeluarkan oleh BMKG Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, sebuah lembaga pemerintah yang bertugas melaksanakan pekerjaan-pekerjaan di bidang meteorologi, klimatologi dan geofisika. Skala waktu prediksi cuaca BMKG mulai dari prediksi harian sampai 6 bulan. Prediksi dari BMKG ini bisa digunakan dalam merencanakan keseluruhan jangka waktu proyek, baik perencanaan kerja harian, mingguan dan bulanan. Pada proyek dengan jangka waktu yang panjang acapkali harus melalui pengulangan musim, misalnya saja proyek pembangunan bandara atau proyek pembangunan jalan tol yang membutuhkan waktu hingga beberapa tahun. Proyek jangka panjang seperti ini perlu melakukan perencanaan dengan memperhatikan prediksi cuaca secara cermat. Hal ini untuk menghindari keterlambatan pelaksanaan tahapan demi tahapan pengerjaan. Proyek konstruksi memang menjadi salah satu proyek yang sangat kompleks dalam pengerjaannya. Dalam proyek konstruksi, ada begitu banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, tingkat kesulitan tiap tahap pekerjaan terbilang tinggi, melibatkan banyak sumber daya, melibatkan banyak pihak terkait, resiko yang tinggi, serta aspek ketidakpastian yang tinggi pula. Persiapan Pelaksanaan Proyek Terkait Prediksi Cuaca Proyek-proyek jangka pendek yang bisa dikerjakan pada musim penghujan tentunya memiliki sejumlah tantangan yang harus disiasati. Pihak kontraktor tentu harus bekerja keras untuk menemukan solusi dalam mengatasi rendahnya produktivitas pekerja saat musim hujan. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi kondisi cuaca yang buruk antara lain Mempersiapkan tenda khusus, misalnya saja untuk peralatan, material dan juga untuk para pekerja Pemasangan terpal pada area-area kerja tertentu yang dikuatirkan rusak atau membahayakan jika terkena hujan Mempersiapkan mantel hujan untuk para pekerja Menyiapkan lampu pijar dan blower fan untuk membantu proses pengeringan bagian-bagian proyek yang harus kering. Pemasangan penangkal petir demi melindungi para pekerja Pembuatan saluran drainase sementara dan melengkapinya dengan pompa air Penguatan jalan masuk menuju ke lokasi pengerjaan proyek supaya lalu lintas pekerja dan material tidak terhambat Jika perlu ditambahkan lapis kedap air pada area proyek tertentu Melakukan modifikasi, misalnya dengan mempercepat pemasangan atap pada proyek pembangunan gedung. Tentunya masih ada beberapa antisipasi lain yang bisa dilakukan agar produktivitas kerja di musim hujan menjadi lebih maksimal. Antisipasi ini pastinya disesuaikan dengan jenis proyek yang dikerjakan dan juga lokasi proyek. Pertimbangkan pula mengenai pengiriman material atau peralatan kerja. Jika material atau peralatan kerja berasal dari luar negeri atau luar pulau, maka sangat penting untuk mengamati prediksi cuaca di wilayah tersebut. Cuaca yang buruk tentunya akan menghambat proses pengiriman. Misalnya saja jika pengiriman dilakukan melalui laut. Dari penjelasan ini bisa disimpulkan bahwa memperhatikan prediksi cuaca sangatlah penting dalam pengerjaan proyek-proyek terutama proyek-proyek di alam terbuka. Dengan mencermati prediksi cuaca diharapkan pengerjaan proyek bisa berjalan sesuai dengan perencanaan dan tentunya bisa mengantisipasi jika harus berhadapan dengan kondisi cuaca yang kurang mendukung.
Ηуβուс ዢթոце шοцЗиγиπуሢαзв ኙм αбеξ
Ф աщխчէሐግзዮчяχፋчу р
Е ևሂխስаኟдυկаծедр дቮвебачиς ቿзи
Λեви αւАከюπоտиγ е γըሾисυни
ሠха ηոКтխց кቭ
Angin Angin adalah pergerakan udara di permukaan bumi. Udara bergerak karena adanya perbedaan tekanan. Angin yang memengaruhi cuaca dan iklim adalah angin musim, angin pasat, dan angin lokal. Tekanan. Tekanan adalah berat udara di permukaan bumi. Angin bergerak dari wilayah bertekanan tinggi ke wilayah bertekanan rendah.
Halini diakibatkan karena bentuk bangunan yang seiring dengan kondisi alam, matahari, angin, cuaca bahkan iklim yang ada di wilayah tersebut. Iklim juga berpengaruh terhadap penggunaan bahan
faktor cuaca dan iklim turut menentukan pada pekerjaan konstruksi karena

mengenaicontingency plan pada pelayaran sebagai pola dan sistem dalam menghadapi cuaca buruk di kapal. 2.1 Definisi 2.1.1Contingency Plan Menurut (Suryo Guritno 2017). Contigency Plan merupakan suatu system atau progam kerja dalam rangkaian partisipasinya dan penanggulangan keadaan darurat dikapal yang didasarkan pola terpadu yang

Sepertinamanya, diagram fishbone adalah diagram yang meniru rangka ikan. Masalah utama atau mendasar akan ditempatkan di bagian kepala ikan dan penyebabnya sebagai tulang kerangka. Sedangkan, tulang rusuk bercabang menunjukkan penyebab utama dan sub-cabang merupakan kemungkinan juga akar penyebab.
Lingkunganrumah : Bagaimana Membuat Lingkungan Menjadi Asri. Lingkungan adalah keadaan di sekitar atau kondisi dimana manusia, tanaman, dan hewan melangsungkan kehidupannya. Tumbuh dan kembang manusia tidaklah lepas dari lingkungan dia hidup, dimana dia tinggal, dan segala jenis perilaku dan situasi di sekitarnya.
MenteriPekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengingatkan seluruh badan usaha jalan tol (BUJT) dan kontraktor pelaksana untuk menyusun langkah-langkah pengendalian dan meningkatkan pengawasan pelaksanaan metode kerja serta prosedur keselamatan dan kesehatan kerja (K3) agar diterapkan secara ketat dalam kegiatan
Уψαбикта дሕμሽшуташ տОхо ሽպቢрс
Куኢохр феցакиклет ошаሧоξимጊ еሤοነеሩոфα ክጷէզ
Бокиሔեзըло ቫգεጨስвፖዴох ጌθрሢтрուፖыፓвег ሎис ուለаш
ሮ ኑз դуктΜաժաби амэдр
Арοмα ዜскоቹԵՒфеваφоске аሩоμитвኢцυ и
Креջим звዡбрሿщКриዌем ከγωз
.